Biji-Jepangisasi

Saya sengaja kali ini menulis di marjin kiri, karena katana lazimnya diikatkan di pinggul bagian kiri.

Kakek saya dulu diambil komandan militer jepang di era penjajahan. Bukan untuk dibunuh tapi sebagai pembantu sekaligus penerjemah. Karena simpel saja, si komandan tertarik pada gadis indonesia waktu itu.

Dengan dijadikannya pembantu seorang petinggi militer jepang (walau tidak tinggi tinggi amat), beliau dijejali pendidikan a la jepang yang ber-basic militeristik. Hingga pada era masuknya pemberontakan indonesia dulu kakek menjadi salah satu pelatih tentara pribumi (saya lupa namanya apa, entah peta entah apa, lupa, tidak begitu penting bagi saya).

Melompat pada era jauh setelah merdeka, dari keseluruhan keluarga besar hasil budidaya manusia antara kakek dengan nenek saya, hanya 2 orang yang secara khusus dijejali pengetahuan-pengetahuan jepangisasi yaitu anak pertama beliau, dan saya sebagai cucu kesayangannya.

Anak pertamanya dari hasil pernikahan dengan istri kedua (pakdhe saya, kakak kandung ibu) berhasil tembus hingga pangkat letnan kolonel hingga akhirnya meninggal dunia karena serangan jantung. Sedangkan saya ya gini-gini saja; masih salah dalam memegang sumpit; tidak mampu menggunakan katana dengan baik dan benar; dan mampu menghafal kosa kata kosa kata kemiliteran jepang, seperti harapan kakek.

Kembali lagi pada katana. Dulu beliau menjelaskan, katana bukan digunakan untuk memukul melainkan mengiris, walaupun seringkali dicontohkan oleh himura kenshin bahwa bisa dia dipakai memukul. Katana menjadi salah satu kejeniusan teknik crafting kebudayaan jepang. Pedang berat itu tidak seberat pedang ksatria eropa, tidak lebih ringan dari pedang arab, tidak lebih tipis dari pedang pendekar china, tetapi memiliki ketajaman lebih daripada yang sudah saya sebutkan tadi. Terlebih jika digunakan dengan benar.

Ya, benar.

Dalam budayanya, katana diakui sebagai kepanjangan tangan seorang pemegangnya. Dengan demikian pergerakannya harus sesuai, sama seperti cara menggerakkan tangan. Dia akan kaku jikaa diajak kaku, lentur jika dibawa lentur, dan tajam jika digunakan untuk mengiris.

Mengayunkannya, bukan berarti sudah menggunakannya hingga batas kemampuannya; bahkan sesuai fungsinya. Apa kalau kita berjalan sambil mengayun-ayunkan tangan disebut memukul? Tidak kan.

Banyak pendekar pedang yang mampu membelah besi atau pipa atau pohon atau beberapa barang lain, hanya jika tau bagaimana cara menggunakannya. Pada serial animasi Inuyasha dicontohkan bagaimana katananya mampu membelah angin sekaligus membawanya untuk perpanjangan dari efek irisan itu beberapa meter kedepan. Secara imajinasi itu benar. Kendati demikian imajinasi tidak mungkin tidak berdasar informasi awal.

Ketajaman dan liuk ulir tipis di mata katana mampu menggeser angin hingga meminimalisir hambatan di jalur sabetan. Membuat output tenaga yang dikeluarkan menjadi irit. Sama seperti pukulan. Ketika dilontarkan dan belum akan menyentuh target tidak perlu sepenuhnya mengepal keras, buang-buang tenaga.

Selanjutnya adalah pengirisan. Menurut kakek saya, teknik yang benar dalam menyabet katana adalah memukul sekaligus mengiris. Bingung? Sebentar.

Jadi begini.

Sesaat sebelum benturan dengan target, katana sudah harus digerakkan mendekat atau menjauhi tubuh si empunya. Singkatnya seperti gerakan mengiris daging. Dengan begitu ketika berbenturan dengan target, tenaga potong melalui ketajaman mata pedang yang diberikan dorongan berlawanan dengan target akan menghasilkan kerusakan yang signifikan. Akan tetapi hal tersebut mampu dimaksimalkan dengan menambahkan gerakan mengiris, hingga ada kerusakan tambahan berjenis sayat. Kebayang bagaimana kan?

Hal ini sebenarnya hasil dari kejeniusan pencipta nya. Bagaimana tidak? Dari dulu hingga sekarang tetap seperti itu saja prinsipnya, bukan seperti perkembangan kapak berimbas dan lain sebagainya. Katana adalah katana, dan bentuknya ya itu itu saja.

Dalam anime samurai x, kenshin himura menggunakan katana dengan mata terbalik. Namun tetap mampu menyebabkan kerusakan yang signifikan pada targetnya. Banyak samurai yang sudah kehilangan pemahaman itu, maka dari itu hiten mitsurugi menjadi jurus rahasia yang tidak semua pendekar tau.

Begitulah kurang lebih.
Tentu saja kakek saya tidak mengenal inuyasha maupun kenshin himura, tapi setidaknya berkat jasa beliau saya jadi sempat kenal. Sempat kenal juga akhirnya dengan pengetahuan betapa cool nya budaya jepang dalam membuat senjata.

Hajime mashite,

Prochnost.

Comments

  1. Berati, para pelajar yg tawuran membawa samurai adalah konspirasi?!

    ReplyDelete
    Replies
    1. pelajar tawuran membawa temannya, dan hampir semua temannya adalah pelajar, bukan berprofesi sebagai samurai. yang menjadi persoalan adalah: bagaimana jika pelajar yang ikut tawuran ditusuk samurai? mungkin dia korban sodomi?

      Delete

Post a Comment

Popular Posts